Terjebak Nostalgia Bersama Anak Manusia


Ada alasan kenapa masa lalu itu pantas untuk didepak jauh-jauh dari kehidupan. Meski tak semua nya pantas untuk di hapuskan. setidaknya ada kepingan kecil yang tajam yang benar-benar berhak untuk di binasahkan. Kecil dan tajam itu yang benar-benar menyakitkan. Kau bisa merasakan sebuah pecahan kaca yang serpihan kecilnya menusuk telapak kakimu, masuk kedalam kulitmu, dalam sekali sulit di keluarkan. Dia kecil toh, tapi tajam bukan main, menyakitkan benar? Kau mau cerita masa lalumu yang pilu menjadi seperti beling kecil yang menusuk kakimu? Oh bukan, kali ini melukai hatimu. Masuk ke dalam hatimu, nyeri-nyeri rasanya ketika dia harus bersarang lama di sana. Kalau kau mau mengeluarkan serpihan beling dalam kakimu, kau dengan sangat terpaksa harus melukai kulitmu. Tapi tenang, sakitnya sementara tak selamanya. Kau harus memaksanya, ada pilihan resiko yang harus kau ambil. Nah, begitu pula dengan hatimu. Serpihan belingmu itu harus kau paksa keluar dari dalam hatimu. Harus membuat pilihan tegas, setiap pilihan memang butuh resiko, tapi toh dengan memaksa kenangan itu keluar dari hatimu, rasa sakitnya tak akan berlanjut J
Benar. Ada beberapa kepingan masa lalu yang tak pantas aku ingat. Ada nama anak manusia yang harusnya ku delete dalam memoriku. Seolah-olah aku tak mengenalnya, bisa saja seperti itu. Bukan hanya nama anak manusia itu, tapi juga tempat-tempat tertentu. Aku rasa aku benar-benar harus mencuci otakku. Merestar ulang semua pikiranku. Akan ku format habis kenanganku dengan anak manusia itu. Benar, aku akan melupakannya. Benar, kepingan kecil yang aku maksud adalah  kenangan bersamanya.
Aku terjebak nostalgia.
Huft, berat rasanya harus menuliskan ini. Ketika aku harus mengakui betapa aku masih sering terjebak dalam waktu dan tempat yang kemudian membawaku ke cerita waktu itu. Aku merasa mengulangi setiap reka adegan yang pernah aku mainkan dulu bersamanya. Tempat-tempat itu seperti menarikku untuk bernostalgia bersama. Kau tau bagaimana gilanya saat sebuah liontin saja seolah bercerita tentang dirinya yang ketika itu terlepas, kemudian dia seolah bercerita dijaga dengan baik oleh lelakiku (dulu) dan kemudian dikembalikan dengan ku. Liontin itu seperti bercerita, senyum-senyum sendiri aku. Ahah.. sudahlah, tak pantas mengingat itu. Rasanya betul-betul ingin menghapus sebagian memori tentang anak manusia yang itu.
Kemudian, ditempat-empat tertentu misalnya. Di warung pangsit ini. Waw, jelas sekali. Setiap kali ingin makan selalu mengambilkan sendok dan garfu, kemudian menuangkan air minum ke gelas. Dia selalu makan tanpa saos dan kecap. Wah ingat betul, setiap kali berada di warung pangsit ini seolah dia ada yang meminta untuk dituangkan air minum lagi ke gelas.
Apa lagi? Jangan tanya tentang senja, jangan tenya tentang sunset yang sering dinikmati bersama. Ini juga sering buat gila. Aku terjebak nostalgia. Diwaktu-waktu tertentu. Di tempat-tempat tertentu. Misalnya, diatas jembatan ini. Saat melihat sunset bersama dan akhirnya pulang telat. Melihat sunset sampai dia benar-benar tenggelam. Menyebut harapan masing-masing. Di hamparan sawah hijau, diatas jembatan sambil terdengar aliran air. Merdu sekali, romantis sekali. Senja kali itu benar-benar jingga. Gila aku rasanya mengingat itu. Bernostalgia dengan senja dan sunset. Ahaahah... bullshit semua harapan itu. Manis mulutmu, manis semua janjimu. Gila aku mengingat itu secara detail. Yang jelas, pintaku ialah  “Tuhan, bersamakanlah selalu kami sampai kau sendiri yang memisahkan kami”. Dan dia? Entahlah apa yang dia minta di hati, yang jelas dia bilang “Tuhan, semoga putri ngak cerewet lagi, ngk ngomel-ngomel lagi”. Wah, bernostalgia dengan bagian yang ini membuat gila.
Apa lagi? Baiklah, ku ceritakan tentang nostalgiaku bersama dia dan lautan, eh bukan lautan, lebih tepatnya pantai. Menikmati ombak selalu bisa membuat damai. Ada beberapa tipe. Yang pertama duduk menikmati ombak dengan hidangan es kelapa muda, opak, dan mungkin hidangan sederhana lainnya. Ini sering sekali dilakuakn di akhir pekan. Lalu apa? Menghabiskan akhir pekan hingga matahari tenggelam. Berfoto ria sambil tertawa lepas. Bahagia bukan main, terkadang lupa umur berlari kesana kemari. Kemudian apa? Oh iya, weekend sering sekali kami habiskan dengan mandi di pantai bersama. Dia benar-benar bersemangat setiap kali mengajak mandi di pantai. Terkadang mobil sudah di depan kostan, pintu sudah di ketok, dan ketika itu aku baru beranjak dari kasur. Wah, puas rasanya terombang-ambing di pantai. Bergulung dengan ombak, terjengkang, tenggelam, entahlah. Aku terjebak dengan nostalgia seperti ini. Mana tidak aku terus menghindari pantai. Melewatinya saja terkadang ada sepasang muda mudi yang terlihat seperti aku dan dia seolah menarik  dan mengajak mandi bersama. Seperti ingin memperlihatkan kebahagiaan mereka menghabiskan weekend bersama. Jelas ini hanya bayangan, kenangan. Wah, gila aku.
Dimana lagi. Wah ini yang susah. Kostan ini banyak sekali bayangannya. Sudah jadi tempat istirahat kedua setelah rumahnya. Disini dia tidur, disini dia makan, disini dia mandi, wah entahlah. Tempat yang aku tinggali selama 2 tahun ini menjadi saksi bisu setiap cerita aku dan dia. Tangisku pecah di peluknya, tangisnya pecah dipelukku (mungkin). Tawanya, tawaku. Lirihnya, lirihku. Marahnya, marahku. Cemburunya, cemburuku. Sakitnya, sakitku. Diamnya, diamku. Lukanya, lukaku. Semuanya. Dan sekarang hanya tinggal cerita. Aku bernostalgia dengan kenangan.
Jangan sanksikan semua ini. Aku adalah orang yang bisa mengingat detail kejadian istimewa dalam hidupku. Tanggalnya pun aku tak lupa. Benar-benar ingat aku, entah itu sudah bertahun-tahun lalu apa lagi beberapa detik yang lalu. Dan dia, adalah anak manusia yang membuat aku sering bernostalgia dengan hal-hal gila yang kemudian membuat aku menyesal.
Baiklah, sekarang aku menyesal. Memang, menyesal selalu diakhir. Aku menyesal pernah berdiri di sampingnya. Aku menyesal menemaninya mendaki gunung tertinggi. Aku menyesal mengukir tawa dan tangis. Aku menyesal memberikan utuh hatiku untuknya. Aku menyesal mendoakan kesuksesannnya hingga tak tidur tiap malam dan akhirnya ditinggalkan setelah kesuksesan itu diraihnya. Aku menyesal mengingatkan dia menjaga kesehatannya dan akhirnya dia merusak kesehatannya. Aku menyesal memberikan kesetian utuh untuknya dan menjauhi banyak anak manusia lain dan dia mendua. Aku menyesal menikmati senja bersama. Aku menyesal berada dikota yang sama. Aku menyesal...
Ini nostalgiaku bersamanya. Aku terjebak nostalgia bersama anak manusia pemilik utuh hatiku. Bahkan dia yang pergi tak mengembalikan hatiku yang dia tawan. Sekarang, tak ada lagi hati yang kugenggam. Kosong rasanya. Dia merampas seluruhnya dan lupa mengembalikannya.  Toh ini sudah cukup menjadi alasanku menghapuskan anak manusia itu dari dalam ingatanku. Setidaknya sampai semua kembali seperti semula. Dan hatiku kembali utuh untuk hati yang baru. Memang benar,  ketika seorang pergi, dia akan membawa separuh hatimu dan tak akan mengembalikannya. Dan bagiku kepergiannya bukan hanya membawa separuh hatiku, tapi seluruhnya.
Sangat pantas bukan kalau beling yang seperti ini di cungkil keluar dari dalam hati? Buat apa dipelihara? Hanya akan menghambat kesuksesanmu saja. Terjebak nostalgia dengan anak manusia perampas hatimu? Bangkitlah. Kenangan hanya masa lalu. Nostalgia itu hanya Bayangan. Dia bayangan, tak bisa kau tangkap bayangan itu. Tak bisa kau gebuki bayangan itu. Percuma, itu bayangan. Itu masa lalumu. Biarkan dia tercungkil keluar. Biarkan jadi sebuah pelajaran hidup untuk selanjutnya jangan salah jalan agar tak terinjak beling seperti ini lagi J        
          Berbahagialah. Jaga hatimu untuk hati yang baru. Biarkan yang telah terampas itu dimiliki bajiangan tak bertanggung jawab. Siapkan sepotong hati yang baru untuk anak manusia yang lebih bertanggung jawab. Ingat selalu, pria untuk wanita. Pria baik untuk wanita yang baik. perbaiki diri untuk mendapatkan hati yang baik pula, sesungguhnya pembuat skenario manusia adalah sang maha cinta.
J

0 Response to "Terjebak Nostalgia Bersama Anak Manusia"

Posting Komentar