Dalam menjalani kehidupan, kita sering
sekali mendengar istilah “Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya”, ada yang tau guys
istilah itu? Iya, tepat sekali. Maksud dari istilah itu adalah sifat anak tidak
akan jauh berbeda dengan ayah dan ibunya. Kenapa ada istilah demikian? Jadi
begini, dalam ilmu psikologi perkembangan, seorang anak merupakan pencontoh
yang baik. Jadi dalam tahap perkembangannya, dia akan merekam dalam memorinya
tentang apa yang dilakukan oleh aktor disekitarnya dan kemudian akan melakukan
apa yang dicontohkan oleh aktor tersebut. Aktor utama itu ialah orang tua. Jadi
tepat sekali, jika ada pribahasa yang menyebutkan istilah seperti ini. J
Sepanjang sejarah pendidikan dan konseling,
saya ingat sebuah puisi yang membuat saya terhanyut. Puisi dari Dorothy Law Nolte, Ph.D asal Amerika Serikat dengan
judul puisi “Children Learn What They
Live” (Anak-anak Belajar dari Kehidupannya), yang isi puisinya di bawah ini
:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali
diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan
diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya
diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia
belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi
dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia
belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Indah bukan puisi itu? Bagaiman saya tidak
terhanyut, berarti beruntunglah saya selama ini mempunyai orang tua yang
memberikan saya contoh yang luar biasa baik sehingga sampai saat ini saya
selalu belajar menjadi pribadi yang baik J
Apakah orang tua yang mengajarkan semua hal
yang baik itu adalah orang tua yang berpendidikan? Iya, mereka adalah orang tua
yang berpendidikan, kaya akan ilmu dan budaya. Namun perlu diingat, tidak semua
orang tua yang menyandar gelar tinggi, sarjana, kedudukan tinggi, orang yang di
sanjung-sanjung, di segani oleh semua pihak, adalah orang tua yang
berpendidikan. Tidak, saya rasa tidak ! bahkan banyak dari mereka melupakan
tugasnya untuk menjadi aktor tauladan anak-anaknya. Iya, mereka memang punya
pendidikan tinggi, tapi tidak berpendidikan dengan kehilangan pengetahuan ilmu
dan budaya. Toh akhirnya mereka lupa untuk menjadi aktor yang baik untuk buah
hatinya.
Orang tua saya mungkin hanya tamatan SMA, namun
mereka mengajarkan apa itu cinta, apa itu sayang, apa itu memiliki, apa itu
menjaga, apa itu berbagi, apa itu ketulusan, apa itu mengasihi, semua diajarkan
sejak saya belum mengetahui apa pentingnya semua itu. Terlebih, saya pun
diajarkan untuk tidak menyakiti hati, mencintai dengan tulus, menghormati semua
pihak, tidak membeda-bedakan, dan yang paling tertanam kuat adalah “Nak,
jadilah alasan orang lain untuk tersenyum.” Hingga akhirnya saya tumbuh menjadi
seperti sekarang J. Apa yang kurang? Mungkin memang gelar sarjana
tidak sempat diraih oleh orang tua saya, tapi saya selalu percaya, harapan
untuk menjadikan saya sarjanalah yang saat ini tertanam kuat dalam diri orang
tua. Mungkin menjadi aktor yang baik untuk tauladan seorang anak tidak di dapat
dalam sarjana, namun dari aktor terbaik dalam hidup, saya belajar menjadi
pribadi yang lebih dari semua itu.
Lalu bagaimana denganmu? Saya yakin, semua
orang tua akan mengajarkan itu untuk anaknya. Saya yakin, semua orang tua
“INGIN” anaknya memiliki hati putih melebihi dirinya. Semua orang tua yang baik
tak pernah mengajarkan anaknya untuk berkhianat, untuk mendustai, untuk
menyakiti, untuk mencampakkan, untuk merendahkan, untuk mengenalkan perbedaan.
Semuanya. Lalu mengapa? Mengapa sebagian dari kita mungkin berprilaku demikian?
Toh orang tua kita mengajarkan semua hal yang baik bukan? Apa orang tuamu yang
mengajarkan semua itu? Saya rasa tidak, seburuk-buruknya orang tua, selalu ingin
yang terbaik untuk anaknya. Selalu ingin anaknya menjadi baik dimata dunia.
Lalu apa? Oh itu, ternyata kaulah yang mendustakan semua ajaran baik orangtuamu
selama ini.
Ingatlah, bahwa apa yang kau
lakukan sesungguhnya kau tengah menunjukkan siapa orang tuamu. Saat kau
menyakiti, kau mengkhianati, kau mendustai, kau berbuat keliru, kau membatasi
diri dengan setiap perbedaan suku, agama, bahkan strata sosial, dan status
ekonomi, sesungguhnya kau tengah menunjukkan siapa orang tuamu. Bagitukah orang
tuamu, atau kau yang mendustakan ajaran orangtuamu? Tegakah kau menunjukan keburukkan
kepada dunia, sedangkan orangtuamu telah mengajarkan setiap kebaikan dalam
dirimu? Tegakah kau merusak nama baik orangtuamu dengan kelakuan bejat dan
brutalmu? Ayolah, setiap kita, seorang anak selalu menjadi harapan untuk orang
tua. Mungkin terkadang mereka keliru untuk berprilaku dan bertindak dalam
memberi contoh baik untuk kita, tapi percayalah, orang tua manapun tak akan
ingin anaknya terlihat buruk di mata dunia. Selalu mengharapkan kau membawa
nama baik orang tuamu, saat kau berbuat keliru, mungkin kau tak akan merasakan
luka yang dalam. Tapi ingatlah, rasa malu dan kecewa orang tuamu karena
tingkahmu. Belajarlah untuk menjadi insan yang baik di mata dunia, agar dunia
pun tau bagaimana hebatnya orang tuamu J
Apa yang kau lakukan, menunjukkan siapa orang tuamu.
0 Response to "Apa Yang Kau Lakukan Menunjukkan Siapa Orangtuamu"
Posting Komentar